Selasa, 30 April 2013

instrumentasi industri



Universitas islam ‘45’ bekasi
Instrumentasi Industri
Teknik Elekro D3

MOHAMAD RIDWAN
 (  4118702110010 )







Daftar Isi







BAB I

PENDAHULUAN


Istilah instrumentasi merupakan istilah yang jarang diketahui oleh khalayak, tidak seperti halnya dengan istilah tekhik lainnya seperti listrik, elektronika, teknik pendingin, informatika dan lain-lain. Padahal, dunia instrumentasi, disadari atau tidak, sudah kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh sederhana dari penerapan instrumentasi ini antara lain pada setrika listrik. Di dalam setrika tersebut terdapat sebuah elemen pemanas listrik sebagai sumber panas. Panas yang dihasilkan oleh setrika listrik tersebut haruslah sesuai dengan keinginan pemakai, karena setiap jenis kain yang disetrika memerlukan panas yang berlainan. Untuk memenuhi kebutuhan pemakai tersebut, maka di dalam setrika listrik tersebut dipasangi alat yang akan memutuskan aliran arus listrik ke elemen pemanas tadi. Secara umum alat tersebut dikenal sebagai termostat yang menggunakan bimetal. Apabila panas pada setrika tersebut telah mencapai setelan yang diinginkan, maka aliran listrik akan diputuskan, dan panas yang dihasilkan oleh setrika listrik tersebut akan berangsur turun, setelah melewati setelan bimetal, maka aliran listrikpun akan diberikan kembali kepada elemen pemasan tadi. Demikian seterusnya.
Contoh aplikasi lain dari sistem instrumentasi di dalam kehidupan sehari-hari adalah pemasangan saklar pelampung pada tangki air. Di dalam tangki penampungan dipasang saklar yang berpelampung, apabila air penuh sesuai dengan ketinggian yang diinginkan, maka pelampung tersebut akan mengubah kondisi saklar, dan saklar akan memutuskan aliran listrik ke pompa air. Apabila ketinggian air di dalam tangki turun sampai ketinggina yang telah ditentukan, maka pelampung akan mengubah kondisi saklar lagi, dan pompa airpun kembali mendapat pasokan listrik dan airpun akan bertambah kembali. Demikian seterusnya.
Bagaimana dengan instrumentasi di dunia industri? Operasi industri oil & gas, industri petrokimia (petrochemical) sangat bergantung pada instrumentasi. Pada umumnya operasi industri dengan tingkat bahaya tinggi dan bersekala besar dan kontinyu dimana operator manusia sudah tak sanggup menanganinya, beroperasi dengan menggunakan sistem instrumentasi. Beberapa besaran proses yang harus diukur dan dikendalikan pada suatu industri proses, misalnya aliran (flow) di dalam pipa, tekanan (pressure) didalam sebuah vessel, suhu (temperature) di unit heat exchange, serta permukaan (level) zat cair di sebuah tangki. Otomatisasi produksi masal pada industri manufaktur, pengendalian warna pada industri textil, pengendalian mesin-mesin berukuran raksasa seperti kecepatan putaran turbin dan tekanan yang dihasil compressor pada industri energi, adalah segelintir contoh yang operasinya diserahkan pada instrumentasi. Instrumentasilah yang menyebabkan perkembangan pesat industri dengan cara menggantikan ratusan bahkan ribuan operator manusia plus segala karater lemahnya dengan beberapa kotak panel pengendali otomatis di sudut ruangan yang nyaris tidak pernah berbuat salah, tak mengenal lelah dan tidak pernah demo menuntut kenaikan gaji. Kedepan bukan tidak mungkin sebuah pabrik hanya terdiri dari seorang manusia yaitu pemiliknya saja, sementara operasi diserahkan pada mesin-mesin otomatis dengan tim maintenance dan petugas lain adalah para autobot – robot otomatis. 
Instrumentasi memiliki cakupan yang luas. Praktisi instrumentasi dituntut memiliki pengetahuan yang memadai dalam banyak cabang ilmu pengetahuan diantaranya matematika, fisika, kimia, mesin, listrik, elektronika, perangkat lunak, dll. Beberapa orang menggambarkan instrumentasi dengan kata-kata yang indah sebagai “the art and science of measurement and control”. Atau dengan kata lain instrumentasi adalah seni dan ilmu pengetahuan sistem pengukuran dan pengendalian. Beberapa yang lain mengidentikan instrumentasi dengan otomatisasi. Para ahli mendefiniskan instrumentasi sebagai seni dan ilmu pengetahuan dalam penerapan alat ukur dan sistem pengendalian pada suatu obyek untuk tujuan mengetahui harga numerik variable suatu besaran (proses) dan juga untuk tujuan mengendalikan besaran (proses) supaya berada dalam batas daerah tertentu atau pada nilai besaran (proses) yang diinginkan (set point).
Secara garis besar sistem instrumentasi dapat digambarkan sebagai berikut :
Text Box: PENGOLAHAN
SINYAL
Text Box: TRANDUSER Text Box: PERAGA / PENCATAT
 



Ø  Tranducer adalah sebuah alat yang mengubah suatu besaran ke besaran lainnya untuk berbagai tujuan termasuk pengubahan ukuran atau informasi (contohnya : microfon, speaker, lampu, fotosel, dll. )
Ø  Pengolahan sinyal adalah segala sesuatu yang berhubungan sengan proses atau kejadian dimana sinyal diolah sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat dan kebutuhan tertentu baik itu diperbesar, diperkecil, disampling, ditambah, maupun dikurangi.
Ø  Peraga / pencatat adalah sesuatu yang digunakan untuk mengesankan atau memberikan suatu gambaran atas sesuatu hal agar dapat dimengerti atau dipahami serta mewujudkan suatu hasil dari suatu proses.
Dalam elektronika dikenal dua macam instrumen yakni instrumen analog dan instrumen digital dimana masing – masing instrument memiliki komponen dan proses kerja yang berbeda namun demikian dapat juga digunakan untuk suatu kepentingan yang sama. Contohnya yaitu AVOmeter, dimana dalam dunia elektronika ada AVOmeter digital dan adapula AVOmeter analog, dan keduanya memiliki fungsi kerja yang sama yakni untuk mengukur besaran tegangan, resistansi dan arus listrik.
Ø  Instrumen analog adalah instrumen yang memiliki petunjuk berputar dalam suatu skala yang telah terkalibrasi
Ø  Instrumen digital adalah suatu instrumen yang peragaan atau penunjukan hasil dari suatu proses berupa angka angka


BAB II

TRANDUSER DAN PENGUAT DALAM KOTAK HITAM


2.1 Tranduser


Tranducer adalah sebuah alat yang mengubah suatu besaran ke besaran lainnya untuk berbagai tujuan termasuk pengubahan ukuran atau informasi. Transduser bisa berupa peralatan listrik, elektronik, elektromekanik, elektromagnetik, fotonik, atau fotovoltaik. Dalam pengertian yang lebih luas, transduser kadang-kadang juga didefinisikan sebagai suatu peralatan yang mengubah suatu bentuk sinyal menjadi bentuk sinyal lainnya. Contoh yang umum adalah pengeras suara (audio speaker), yang mengubah beragam voltase listrik yang berupa musik atau pidato, menjadi vibrasi mekanis. Contoh lain adalah mikrofon, yang mengubah suara kita, bunyi, atau energi akustik menjadi sinyal atau energi listrik.
Suatu definisai mengatakan “transducer adalah sebuah alat yang bila digerakkan oleh energi di dalam sebuah sitem transmisi, menyalusrkan energi dalam bentuk yang sama atau dalam bentuk yang berlainan ke sistem transmisi kedua”. Transmisi kedua ini bisa listrik, mekanik, kimia, optik (radiasi) atau termal (panas).
Sebagai contoh, definisi transducer yang luas ini mencakup alat-alat yang mengubah gaya atau perpindahan mekanis menjadi sinyal listrik. Alat-alat ini membentuk kelompok transducer yang sangat besar dan sangat penting yang lazim ditemukan dalam instrumentasi industri; dan ahli instrumentasi terutama berurusan dengan jenis pengubahan energi ini. Banyak parameter fisis lainnya (seperti panas, intensitas cahaya, kelembaban) juga dapat diubah menjadi energi listrik dengan menggunakan transducer. Transducer-transducer ini memberikan sebuah sinyal keluaran bila diransang oleh sebuah masukan yang bukan mekanis; sebuah transmistor bereaksi terhadap variasi temperatur; sebuah fotosel bereaksi terhadap perubahan intensitas cahaya; sebuah berkas elektron terhadap efek-efek maknetik, dan lain-lain. Namun dalam semua hal, keluaran elektris yang diukur menurut metoda standar memberikan besarnya besaran masukan dalam bentuk ukuran elektris analog.
Transducer dapat dikelompokan berdasakan pemakaiannya, metoda pengubahan energi, sifat dasar sinyal keluaran dan lain-lain. Tabel dibawah menunjukan suatu pengelompokan transducer berdasarkan prinsip listrik yang tersangkut. Bagian pertama tabel tersebut memberi daftar transducer yang memberikan daya luar. Ini adalah transducer pasif, yang memberi tambahan dalam sebuah parameter listrik seperti halnya tahanan, kapasitansi dan lain-lain yang dapat diukur sebagai suatu perubahan tegangan atau kuat arus. Kategori berikutnya adalah transducer jenis pembangkit sendiri, yang menghasilkan suatu tegangan atau arus analog bila dirangsang dengan suatu bentuk fisis energi. Transducer pembangkit sendiri tidak memerlukan daya dari luar.



Tabel Pengelompokan Transducer
Ø  Transduser Pasif (daya dari luar)
Parameter listrik dan kelas transduser
Prinsip kerja dan sifat alat
Pemakaian alat
Potensiometer
Perubahan nilai tahanan karena posisi kontak bergeser
Tekanan, pergeseran/posisi
Strain gage
Perubahan nilai tahanan akibat perubahan panjang kawat oleh tekanan dari luar
Gaya, torsi, posisi
Transformator selisih (LVDT)
Tegangan selisih dua kumparan primer akibat pergeseran inti trafo
Tekanan, gaya, pergeseran
Gage arus pusar
Perubahan induktansi kumparan akibat perubahan jarak plat
Pergeseran, ketebalan

Ø  Transduser Aktif (tanpa daya luar)
Parameter listrik dan kelas transduser
Prinsip kerja dan sifat alat
Pemakaian alat
Sel fotoemisif
Emisi elektron akibat radiasi yang masuk pada permukaan fotemisif
Cahaya dan radiasi
Photomultiplier
Emisi elektron sekunder akibat radiasi yang masuk ke katode sensitif cahaya
Cahaya, radiasi dan relay sensitif cahaya
Termokopel
Pembangkitan ggl pada titik sambung dua logam yang berbeda akibat dipanasi
Temperatur, aliran panas, radiasi
Generator kumparan putar (tachogenerator)
Perputaran sebuah kumparan di dalam medan magnet yang membangkitkan tegangan || Kecepatan, getaran
Piezoelektrik
Pembangkitan ggl bahan kristal piezo akibat gaya dari luar
Suara, getaran, percepatan, tekanan
Sel foto tegangan
Terbangkitnya tegangan pada sel foto akibat rangsangan energi dari luar
Cahaya matahari
Termometer tahanan (RTD)
Perubahan nilai tahanan kawat akibat perubahan temperatur || Temperatur, panas
Hygrometer tahanan
Tahanan sebuah strip konduktif berubah terhadap kandungan uap air
Kelembaban relatif
Penurunan nilai tahanan logam akibat kenaikan temperatur
Temperatu


Beberapa contoh tranduser yang banyak digunakan dalam perangkat elektronika :
Ø  Fotosel
Fotosel merupakan tranduser yang sistem kerjanya dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Dimana pada setiap perubahan intensitas cahaya sangat berpengaruh terhadap perubahan resistansi dari fotosel tersebut. Semakin banyak intensitas cahaya yang diterima oleh fotosel, maka semakin kecil resistansi dari fotosel dan semakin sedikit intensitas cahaya yang diterima, maka semakin besarlah resistansi daripada fotosel.
Berikut adalah beberapa gambar contoh fisik dari fotosel :
Gambar 2.1.1 Fotosel / LDR







Berikut adalah grafik penunjukan perubahan resistensi fotosel terhadap cahaya :

Gambar 2.1.2 Grafik perubahan resistansi fotosel terhadap cahaya.

Ø  Thermistor
Thermistor merupaka tranduser yang mampu mengkonversi perubahan temperatur ke bentuk sinyal listrik yang terukur. Sistem kerja dari termistor yakni, termistor akan mengelami perubahan resistensi ketika mendapat aliran listrik dan adanya perubahan temperatur. Karena perubahan resistensi yang dipengaruhi oleh temperatur hanya terjadi jika terdapat aliran listrik yang mengalir pada thermistor tersebut, maka thermistor diklasifikasikan kedalam jenis tranduser pasif. Adapun arah perubahan resistansinya adalah semakin tinggi perubahan temperatur, maka semakin kecil rasistansi dari termistor tersebut.
Berikut adalah bebeerapa gambar contoh dari thermistor :

Gambar 2.1.3 Thermistor

Berikut adalah grafik perubahan resistansi thermstor terhadap perubahan temperatur :
Gambar 2.1.4 Grafik perubahan resistansi thermistor terhadap temperatur

2.2 Penguat Dalam Kotak Hitam


Kotak hitam adalah sebuah elemen sistem yang mendapatkan informasi masukan kemudian bertindak menurut cara-cara tertentu, sehingga dihasilkan informasi keluaran yang dibutuhkan. Contoh kotak hitam adalah OP Amp 741.
Tegangan yang dihasilkan oleh tranduser sangatlah kecil, maka perlu adanya penguatan tegangan sebelum besaran yang diukur dapat diperagakan hasilnya. Penguatan tegangan dapat dianggap sebagai penguatan sinyal kotak hitam. Kotak hitam penguat pada umumnya disimbolkan dalam bentuk segitiga tempat sinyal-sinyal input dikirim dan pada output didapat sinyal yang diperkuat. Dalam penguatan dibutuhkan catu daya yang dihubungkan.
Gambar 2.2.1 Simbol penguat (A)

Op-amp 741 sebuah integrated circuit (IC) sebagai penguat tegangan khusus yang dipakai dalam instrumen yang memiliki 8 kaki (pin) yang dipakai untuk membuat hubungan-hubungan dengannya. Hubungan utama dalam kotak hitam ini adalah sinyal input dan sinyal output.
Berikut adalah gambar fisik IC Op-amp 741 dan fungsi kaki-kaki atau pinnya :
Gambar 2.2.2 Op-amp 741

Gambar 2.2.3 Hubungan rangkaian Op-amp 741

Op-amp 741 yang ditunjukkan oleh gambar 2.2.3 adalah rangkaian instrumentasi penguat dengan pencatu daya ganda. Dimana terdapat dua terminal input yakni terminal 2 dan 3 yang berfungsi sebagai pembanding dimana besar penguatan berdasarkan pada perbandingan tegangan pada kaki 2 dan 3 serta tiga terminal output yang terdiri dari satu buah terminal bumi (0), satu buah terminal positif (V+), dan satu buah terminal negative (V-), dan nilai pengukurannya berdasarkan hubungan antara nol (0) dengan +V dan –V. Hubungan positif (+V) menggunakan pin 7 sedangkan hubungan negatif (-V) menggunakan pin 4.
Penguatan menggunakan op-amp ada dua cara yakni dengan cara input inversi dan input nonversi. Masing-masing memiliki ketentuan atau aturan yang baku.
Ø  Suatu penguat dikatakan sebagai penguat inversi apabila tegangan catu di pin 3 lebih tinggi (positif) dari catu di pin 2 dan menghasilkan output positif.
Gambar 2.2.4 Hubungan Penguat Umpan Balik Inversi
Besarnya penguatan (A) dari hubungan penguat umpan balik Inversi dapat dihitung dari persamaan sederhana dimana besarnya penguatan (A) adalah senilai dengan perbandingan nilai tegangan output dengan tegangan input
Ø  Suatu penguat dikatakan sebagai penguat non inversi apabila tegangan catu di pin 2 lebih tinggi (positif) dari catu di pin 3 dan menghasilkan output negative.
Gambar 2.2.5 Hubungan Penguat Umpan Balik Non Inversi
Besarnya penguatan hubungan penguat umpan balik non inverting dapat dihitung dari persamaan sederhana dimana besarnya penguatan (A) adalah senilai dengan perbandingan nilai tegangan output dengan nilai tegangan input




BAB III

MEMPRODUKSI SINYAL DIGITAL DENGAN RANGKAIAN TERINTEGRASI


2.3 IC 555


IC 555 adalah salah satu dari sekian banyak IC timer (pewaktu) . aplikasi rangkaian menggunakan IC 555 ini digunakan untuk menentukan waktu tunda dengan tepat, lain halnya dengan OP amp 741, rangkaian menggunakan timer IC 555 ini hanya menghasilkan dua kemungkinan output tinggi dan rendah tanpa adanya penguatan. Karena IC 555 hanya menghasilkan 2 kemungkinan output yaitu tinggi atau rendah, maka IC 555 ini tergolong dalam komponen pengolah sinyal digital.
IC 555 memiliki 8 kaki / pin (sama halnya dengan Op amp 741). Adapun gambar, definisi dan fungsi dari masing-masing kaki adalah sebagai berikut :
Gambar 2.3.1 IC 555

1.    Ground, adalah kaki input untuk sumber tegangan DC paling negatif.
2.    Trigger, adalah kaki input negative dari lower komparator (komparator B) yang menjaga osilasi tegangan terendah kapasitor di 1/3 Vcc dan mengatur RS flip-flop.
3.    Output, kaki ini disambungkan ke beban yang akan diberi sinyal keluaran dari IC. Maksimal arus keluaran dari IC 555 ini sebesar 100-200mA.
4.    Reset, adalah kaki input yang berfungsi untuk mereset lacth di dalam IC yang akan membuat keluaran IC dalam kondisi nol atau rendah. Kaki ini terhubung ke suatu gate transistor ber tipe NPN, transistor ini akan aktif jika mendapat logika rendah (low). Agar tidak terjadi kondisi reset lacth, kaki ini dihubungkan langsung  dengan Vcc sehingga akan mengulang kerja IC dari keadaan rendah (low state).
5.    Control Voltage, kaki ini berfungsi untuk menjaga kestabilan tegangan referensi input negative upper comparator (comparator A). Kaki ini bisa dibiarkan digantung, namun untuk menjamin kestabilan tegangan referensi input negative upper comparator maka dihubungkan dengan kapasitor berorde sekitar 10nF terhadap kaki ground.
6.    Threshold, kaki ini terhubung dengan input positif upper comparator  (comparator A) yang akan me-reset RS flip-flop ketika tegangan pada kapasitor melebihi 2/3 Vcc.
7.    Discharge, kaki ini terhubung dengan open collector  transistor Q1 yang emitornya terhubung ke ground. Switching transistor ini berfungsi untuk meng-clamp node yang sesuai ke ground pada timing tertentu.
8.    Vcc, adalah kaki untuk menerima catu tegangan DC lebih positif yang dan akan bekerja optimal ketika mendapat catu tegangan 5-15V (maksimum). Catu arusnya berkisar antara 10-15mA

Ada dua macam rangkaian dasar yang banyak digunakan untuk mengaplikasikan IC timer ini, yaitu rangkaian monostabil dan rangkaian astabil.
Ø  Rangkaian Monostabil
Gambar 2.3.2 rangkaian monostabil

Rangkaian ini hanya memerlukan sedikit rangkaian tambahan untuk dapat mengoperasikannya, yaitu sebuah resistor (RA) dan sebuah kapasitor (C1) serta kapasitor (C2) untuk menyetabilkan tegangan referensi pada upper comparator (komparator-A).  IC ini memanfaatkan rangkaian tambahan tersebut untuk men-charge dan men-discharge kapasitor C1 melalui resistor RA.
fungsi rangkaian ini adalah untuk menghasilkan pulsa tunggal pada kaki-3 dengan waktu tertentu jika kaki-2 diberi trigger /dipicu. Pada keadaan awal, output ICnya berlogika ‘0’.
Dapat dilihat pada gambar 2.3.1 bahwa terdapat rangkaian pembagi tegangan untuk input referensi komparator-A dan komparator-B. prinsip kerja komparator yaitu :
·         jika Vd (beda potensial input inverting dan input non-invertingnya) bernilai positif, maka komparator akan mengeluarkan output berlogika ‘1’.
·         Jika diberi trigger dari logika ‘1’ ke logika ‘0’ pada pin-2, maka Vd pada komparator-B akan bernilai positif dan alhasil mengeluarkan output high. Output ini akan men-set RS flip-flop (memberi keluaran IC logika ‘1’) untuk beberapa saat, seiring dengan itu, transistor Q1 akan off (open)dan kapasitor C1 akan melakukan charging sampai tegangannya mencapai 2/3 Vcc sebelum akhirnya RS flip-flop akan di reset oleh komparator-A dan kapasitor C1 melakukan discharge melalui resistor R1 secara transient. Lamanya pulsa tunggal yang dihasilkan sekitar t = 1.1 RA C1

Ø  Rangkaian Astabil
Gambar 2.3.3 rangkaian astabil

Rangkaian Astable sedikit berbeda dari rangkaian monostable. Rangkaian astable akan menghasilkan sinyal kotak yang terus berdetak dengan duty cycle tertentu selama catu tegangan tidak dilepaskan. Prinsip kerjanya, jika pada rangkaian monostable dipicu dengan tegangan berlogika high ke low (kurang dari 1/3 Vcc) pada kaki-2, rangkaian astable ini dibuat untuk memicu dirinya sendiri.
Rangkaian ini memanfaatkan osilasi tegangan pada kapasitor disekitar 1/3 Vcc sampai 2/3 Vcc. Komponen eksternal yang diperlukan adalah sebuah kapasitor (C1) dan dua buah resistor (RA dan RB). Adapun untuk kestabilan tegangan referensi komparator-A, digunakan sebuah kapasitor lagi (C2) pada pin-5 sebesar 10nF ke ground.
Sedikit terkait dengan deskripsi kaki yang telah diulas diatas, saat transistor Q1 ON maka resistansi menuju ground pada emitternya sangat kecil, sehingga ground seakan-akan tersambung diantara kedua resistor. Namun ketika transistor Q1 off, resistansi antara collector dan emitternya sangat besar dan sulit dilewati arus, seakan terjadi open circuit. Pada akhirnya output yang terjadi berupa sinyal kotak akan mendetak secara kontinu dengan frekuensi tertentu seiring dengan berosilasinya tegangan pada kapasitor di 1/3 Vcc sampai 2/3 Vcc. Osilasi yang dimaksud disini dapat dijelaskan yaitu, ketika tegangan kapasitor melebihi 2/3 Vcc, komparator-A mengeluarkan output high yang akan me-reset RS flip-flop dan tegangan pada kapasitor akan turun(discharging) secara transient.
ketika tegangan pada kapasitor C1 berkurang dari 1/3 Vcc, output komparator-B akan berlogika high dan men-set RS flip-flop, selanjutnya tegangan kapasitor akan naik secara transient (charging) dan begitu seterusnya berosilasi menghasilkan pulsa. Jadi, saat berosilasi tegangan kapasitor tidak akan kurang dari 1/3 Vcc dan melebihi 2/3 Vcc.
Gambar 2.3.4 Bentuk Gelombang Astabil

Duty cycle yang merupakan persentase waktu sinyal output berlogika high dalam satu periode. Untuk memudahkan perhitungan, misalkan t1 adalah lamanya pulsa berlogika high dalam satu periode, sedangkan t2adalah lamanya waktu berlogika low. Maka, secara matematis,
Persamaan umum orde-1 :
V’ = V. Exp (-t/RC)

t1 adalah waktu saat charging kapasitor melalui RA dan RB dengan V = 1/3 Vcc dan V’ = 2/3 Vcc
t1 = – (RA+RB)C . ln2      –> |t1|= (RA+RB)C . ln2
t2 adalah waktu saat discharging kapasitor melalui RB dengan V = 2/3 Vcc dan V’ = 1/3 Vcc
t2 = RC . ( ln2 )
duty cycle dapat dihitung : (t1/T) x 100 % = (t1 / {t1+t2}) x 100 %



BAB IV

MENGOLAH SINYAL DIGITAL DENGAN RANGKAIAN TERINTEGRASI


4.1 Schmitt Trigger

Ada suatu persoalan yang dihadapi oleh rangkaian digital, dimana signal input memiliki waktu naik dari 0 menuju 1 atau sebaliknya waktu turun dari 1 menuju 0 lebih lama dari 1 micro detik, hal ini dapat menimbulkan noise bahkan output akan berosilasi (1 dan 0) jika waktu itu lebih lama lagi. Waktu yang didijinkan pada IC TTL tidak boleh lebih dari 1µS, dan untuk CMOS tidak boleh lebih dari 5µS.
Schmitt trigger dapat dipergunakan untuk mempercepat waktu naik atau waktu turun suatu signal. Schmitt trigger adalah suatu rangkaian dengan umpan balik positif. Outputnya tidak berubah ke kondisi 1 sebelum sebelum lebih dari 1.7Volt, dan tidak akan berubah ke kondisi 0 sebelum kurang dari 0.9Volt, oleh karena itu nois tidak akan terjadi.
Gambar 4.1.1 Schmitt Trigger

Schimitt triger pada dasarnya adalah komparator dengan 2 nilai pembanding (upper trip point/UTP dan lower trip point/LTP). Bekerjanya sebagai berikut. Misalkan sinyal digital dimasukan ke schmitt triger. Pada saat sinyal berada di logika 1, maka output schmitt trigger harus 1 juga (tergantung jenis, apabila digital buffer input dan output sama, tapi untuk inverter, outputnya kebalikan input). Apabila sinyal tersebut mendapat gangguan noise sehingga level menjadi turun, maka selama levelnya masih diatas LTP, output akan tetap. Kebalikannya jika sinyal berada di logika rendah, pada saat sinyal mendapat noise dan level jadi naik, maka selama level tidak melebihi UTP, output akan tetap. Jadi schmitt triger akan menghilangkan pengaruh noise tersebut.
Pada dasarnya rangkaian pemicu schmit op-amp seperti terlihat pada gambar dibawah, dimana adanya pembagian tegangan sehingga diperoleh umpan balik positif. Bila tegangan keluaran mengalami kejenuhan positif, maka tehamgam positif diumpamakan kembali ke masukan tak membalik, masukan positif ini menjaga keluaran pada keadaan tinggi. Sebaliknya, bila tegangan masuk mengalami kejenuhan negatif diumpamakan kembali kemasukan tak membalik dan keluaran pada keadaan rendah. Dalam hal ini umpan balik positif memperkuat keadaan keluaran yang ada, jadi faktor umpan balik adalah :
Bila keluaran mengalami kejenuhan positif, tegangan referensi yang diterapkan pada masukan tak membalik adalah :
Bila keluarannya mengalami kejenuhan negatif, tegangan referensi adalah :
Seperti yang ditunjukkan diatas, tegangan-tegangan referensi ini sama dengan titik perpindahan atas (Uper Trip Point, UTP) atau +B.vjen dan titik perpindahan bawah (Lower Trip Point, LTP) atau +B.vjen. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut sebagai rangkaian dasar pemicu schmit.
Gambar 4.1.2 Rangkaian Dasar Schmit Trigger Dan Kondisi Histerisis

Output akan tetap pada keadaan yang diberikan sampai masuknya melebihi tegangan referensi, misalnya bila keluarannya mengalami kejenuhan positif, maka tegangan referensinya adalah +B.vjen tegangan masukan B.vjen harus dinaikkan lebih sedikit dari +B.vjen dengan demikian tegangan kesalahannya berbalik polaritas dengan tegangan keluarannya beralih kekeadaan rendah pada. B.vjen. Sebaliknya, bila keluarannya ada pada keadaan negatif, maka akan tetap negatif sampai tegangan masuknya menjadi lebih negatif dari pada B.vjen. Pada saat itu keluarannya beralih dari negatif ke positif. Umpan balik positif mengakibatkan efek yang tidak wajar pada rangkaian, dimana ia menguatkan tegangan referensi.
Agar mempunyai polaritas yang sama dengan tegangan keluaran. Tegangan referensi menjadi positif bila keluaran tinggi dan negatif bila keluaran rendah, dimana perbedaan dua titik perpindahan ini disebut Histerissis, karena adanya umpan balik positif. Histerissis dibutuhkan karena dapat mencegah kesalahan pemicuan yang disebabkan nosie, misalnya ada pemicu schmit tanpa histerissis, maka noise secara acak dari keadaan rendah ke keadaan tinggi. Dengan menggunakan pemicu Schmit dapat menghasilkan keluaran gelombang persegi, terlepas dari bentuk gelombang sinyal masukannya. Dengan kata lain tegangan masukan tidak harus sinusoidal, dimana selama bentuk gelombangnya periodic dan mempunyai amplitudo yang cukup besar untuk melewati titik perpindahan. Maka akan didapatkan keluaran gelombang persegi dari pemicu schmit trigger.


4.2 Rangkaian Integrator

Rangkaian integrator banyak digunakan dalam “komputasi sinyal analog” dimana rangkaian ini banyak membantu menyelesaikan persamaan integral. Namun demikian untuk maksud tersebut diperlukan penguat dengan stabilitas DC yang sangat baik, tidak seperti halnya rangkaian penguat pada umumnya dimana perubahan sedikit pada masukan akan diperkuat oleh penguatan lingkar-terbuka. Rangkaian integrator aktif dengan op-amp ini juga berasal dari rangkaian penguat inverting dengan tahanan umpan baliknya diganti dengan kapasitor. Contoh rangkaian integrator aktif standart adalah sebagai berikut.
Gambar 4.2.1 Rangkaian Integrator Aktif

Karena masukan tak membalik ditanahkan, maka arus i yang lewat R akan terus melewati C, jadi :
dengan tegangan output rangkaian integrator (Vo) dituliskan dalam bentuk matematis sebagai berikut :
Dari persamaan diatas tampak bahwa tegangan keluaran (Vo) merupakan integral dari isyarat masukan. Batas frekuensi yang dilalui oleh capasitor dalam rangkaian integrator dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
Pada pengoperasian secara normal, perlu “mereset” rangkaian pengintegral secara reguler pada suatu selang tertentu, misalnya dengan menghubung singkatkan kapasitor, setelah itu dapat dilakukan kembali proses integrasi.
Biasanya pada rangkaian untuk aplikasi terdapat penambahan tahanan yang diparalel dengan kapasitor feedback dan dinamakan RF. Seperti pada gambar dibawah rangkaian integrator yang belum di tambah tahanan yang diparalel dengan kapasitor, nilai ROM adalah antara nol sampai dengan R1.
Gambar 4.2.2  Rangkaian Aplikasi Integrator  Aktif

Batas frekuensi untuk rangkaian integrator dengan penambahan tahan feedback seperti pada gambar di atas dimana perhitungan nilai Rf berkaitan dengan komponen lainya yaitu fa < fb dimana rumus fb sebagai berikut:

BAB V

PERAGA DAN PENCATAT DIGITAL


5.1 Peraga digital sevent segmen

Peraga/Penampil 7 segmen adalah komponen elektronika yang berfungsi untuk memdekodekan data dari bahasa mesin ke dalam bentuk tampilan data desimal. Peraga/penampil 7 segmen pada dasarnya adalah konfigarasi LED yang disusun sedemikian rupa sehingga nyala dari LED tersebut dapat membentuk karakter angka desimal. Struktur tampilan dari peraga/penampil tujuh segmen tersebut dilabelkan dari a sampai g yang dapat menampilkan 10 karakter bilangan desimal pertama dari 0 sampai 9. Konstruksi dari penampil tujuh segmen ditunjukan pada gambar berikut.
Gambar 5.1.1 Konstruksi peraga/penampil sevent segmen

Penampil tujuh segmen merupakan susunan dari beberapa LED yang disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan konstruksi seperti diatas. LED-LED penyusun penampil tujuh segmen memiliki batas maksimal mengalirkan arus dari katoda ke anoda pada umumnya, sehingga pada penerapannya penempil tujuh segmen diberi pembatas arus berupa resistor yang dipasang seri padanya. Penampil tujuh segmen ada dalam dua jenis yaitu jenis anoda bersama dan jenis katoda bersama yang konstruksi internalnya ditunjukan dalam gambar berikut.
Gambar 5.1.2 konstruksi internal peraga sevent segmen
Untuk menggunakan peraga/penampil 7 segmen katoda bersama (common cathoda) maka pin A – G penampil 7 segment harus diberikan input berupa tegangan DC positif kemudian terminal common pada penampil 7 segmen dihubungkan ke ground. Kemudian untuk mengoperasikan penampil 7 segmen anoda bersama (common anoda) maka terminal input A – G pada penampil 7 segmen harus dihubungkan ke ground kemudian terminal common dihubungkan ke sumber tegangan DC positif. 
Resistor pembatas arus untuk LED pada penampil 7 segmen sebaiknya dipasang seri pada setiap pin atau jalur input A – G pada peraga/penampil 7 segmen tersebut. Pemasangan resistor seperti ini bertujuan untuk mendapatkan arus bias LED yang stabil pada setiap perubahan karakter tampilan pada penampil 7 segmen.

5.2 Pencacah Digital Flip-flop

Sebuah piranti yang dapat menunjukkan dua keadaan stabil yang ber-beda disebut Multivibrator Bistabil. Dinamakan flip-flop, karena dua buah keluarannya selalu dalam keadaan yang berlawanan, yaitu keadaan flip (level satu) untuk keadaan yang satu, dan keadaan flop (level nol) untuk keadaan yang lainnya atau sebalikya.
Pada umumnya flip-flop mempunyai dua buah masukkan pengontrol dan dua buah keluaran, yang kinerjanya mempunyai dua keadaan stabil mantap. Disebut dengan keadaan stabil karena keadaan keluarannya selalu tetap/tidak berubah, selama tidak ada pengaruh dari luar rangkaian. Misalnya, keluaran rangkaian dalam keadaan stabil mantap pada Q=1 dan Q’=0, kedaan ini akan tetap demikian, sampai ada masukan tertentu yang dapat mengubah keluaran berubah menuju kestabilan yang lain yaitu keadaan stabil mantap Q=0 dan Q’=1. Piranti ini dapat dipergunakan sebagai elemen memori dalam sistem biner.

a.    Rangkaian flip-flop yang dibentuk dari komponen diskrit

Diagram flip-flop yang menggunakan komponen diskrit, yaitu rangkaian yang dibentuk dari 2 buah transistor bipolar Q1 dan Q2, dua buah resistor kolektor RC, dan dua buah resistor base Rb seperti pada Gambar a.1 Pada dasarnya rangkaian flip-flop ini terdiri dari dua buah 2 penguat inversi yang dihubungkan saling silang, keluaran penguat yang satu dihubungkan dengan masukan yang lain, dan sebaliknya.
Gambar a.1 Rangkaian Flip Flop dari Komponen Diskrit
Gambar a.1 adalah rangkaian yang terbentuk dari dua transistor bipolar dan empat resistor yang menunjukkan rangkaian saling silang. Dengan memberi sinyal positif pada base (S), transistor Q1 on jenuh, tegangan kolekor Q1 rendah (antara 0,2 sampai 0,4 V), tegangan yang rendah ini, melalui resistor Rb mengikat base transitor Q2 menjadi keadaan off, mengakibatkan tegangan kolektor Q2 naik mendekati sumber Vcc (tinggi), selanjutnya tegangan ini akan mengancing base Q1 tetap tinggi sehingga keluaran Q1 tetap rendah.
Dengan demikian terjadi kestabilan pada keadaan keluaran Q1 rendah, dan keluaran Q2 tinggi. Keadaan ini akan tetap demikian, sebelum ada sinyal pada base, yang dapat mengubah flip-flop dalam keadaan stabil berikutnya.

b.    Pengancing flip-flop yang dibentuk dari gerbang NAND

Pengancing adalah sebuah flip-flop paling awal yang digunakan sebagai penyimpan data, karena rangkaiannya yang sederhana, dibandingkan dengan flip-flop lainnya. Gambar b.1 adalah rangkaian pengancing R-S yang menggunakan komponen diskrit. Jika kedua transistor dan resistor-resistornya diganti dengan dua buah gerbang NAND dua-masukan (1/2 IC SN7400) maka dihasilkan rangkaian pengancing NAND
Gambar b.1 Rangkaian dan Tabel Kebenaran Pengancing dengan Gerbang NAND
Gambar diatas adalah rangkaian pengancing yang menggunakan gerbang NAND, terdiri dari dua buah masukan pengontrol A dan B, dan dua buah keluaran Q dan Q’. Masukan A dan B ini dikenal sebagai pengontrol tak serempak karena keluarannya segera berubah bila masukannya berubah. Perubahannya seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1. Logika 0 dan 1 dalam Tabel 1. merepresentasikan 0,2 V dan 3,3 V untuk notasi logika positif.
Pada Tabel 1. terdapat empat variasi keadaan masukan kontrol pengancing A-B, yaitu 0-0, 0-1, 1-0, dan 1-1. Notasi Q’ menunjukkan inversi dari keluaran Q, artinya kalau Q=1 maka Q’=0 atau sebaliknya. Pada keadaan masukan A=B=0 terjadi keadaan keluaran Q=Q‘=1 keadaan ini adalah keadaan terlarang karena keluaran Q’ bukan inversi keluaran Q, maka terjadi keadaan flip-flip. Hal ini tidak diperkenankan karena menyimpang dari definisi flip-flop.
Pada keadaan masukan A tidak sama dengan B, maka keadaan keluaran Q selalu sama dengan masukan B, dan pada masukan A=B=1 akan terjadi keadaan keluaran yang tidak berubah, atau dalam keadaan memori, karena keluarannya sesuai keadaan keluaran sebelumnya.

c.    Pengancing flip-flop yang dibentuk dari gerbang NOR

Bila gerbang NAND pada rangkaian Gambar b.1 diganti dengan gerbang NOR maka terbentuk rangkaian pengancing yang dibangun dengan gerbang NOR (1/2 IC SN7402) seperti ditunjukkan Gambar c.1 yang tabel kebenarannya ditunjukkan dalam Tabel 2.
Gambar c.1 Rangkaian dan Tabel Kebenaran Pengancing dengan Gerbang NOR
Pada keadaan masukan A=B=0 terjadi respon pada keluaran Q dan Q’ seperti keadaan keluaran sebelumnya yang tidak berubah, maka hal ini disebut keadaan memori. Pada keadaan masukan A=0, B=1, dan A=1, B=0, keluaran identik dengan pengancing NAND, yaitu keluaran Q selalu sama dengan masukan B. Pada keadaan masukan A=B=1 keadaan keluaran Q=Q’=0, maka tidak terjadi flip-flop, melainkan flop-flop sehingga keadaan ini penyimpangan dari definisi flip-flop.

d.    R-S flip-flop

R-S atau S-R flip-flop adalah tipe flip-flop yang mempunyai masukan tak sinkron S (set) atau R (reset) atau keduanya, dan keluaran Q dan Q’. Gambar d.1 menunjukkan R-S flip-flop dengan tabel kebenarannya seperti pada Tabel 3.
Gambar d.1 Rangkaian dan Tabel Kebenaran R-S Flip-flop
Dalam tabel kebenaran keadaan S=R=1 sebagai keadaan terlarang, sementara keadaan memori terjadi pada saat S=R=0. Dengan demikian keluaran Q dan Q’ selalu dalam keadaan komplemen selama tidak terjadi keadaan invalid S=R=1 Kinerja dari dasar R-S flipflop dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.    Keluaran Q selalu mengikuti masukan S sepanjang masukan S dan R berbeda, kodisi set bila S=1 dan reset bila S=0
2.    Rangkaian “mengingat “ keadaan terakhir sepanjang S=R=0
3.    Kondisi masukan invalid adalah R=S=1

e.    R-S flip-flop terdetak.

Masukan R dan S pada rangkaian R-S flip-flop dapat disinkronisasi dengan menambahkan masukan klok (detak) pada rangkaian seperti pada Gambar e.1 Keluaran Q pada R-S flip-flop tidak dapat segera merespon masukan S dan R sebelum ada masukan klok. Respon keluaran R-S flip-flop dari masukan-masukannya dapat dilihat dalam Tabel 4.
Gambar e.1 Rangkaian dan Tabel Kebenaran R-S Flip-flop Terdetak
Kondisi respon R-S flip-flop terdetak sama seperti kondisi respon tanpa klok, bedanya keluaran hanya merespon masukan S dan R setelah terjadi klok =1. Kinerja rangkaian R-S flip-flop terdetak dapat disimpulkan sebagai berikut:
·         Keluaran Q selalu mengikuti masukan S selama Clk = 1 dan masukan S dan R berbeda
·         Rangkaian mempunyai dua mode memori (keluaran Q tetap sesuai keadaan sebelumnya) bila :
a) Klok Clk = 0 tanpa memperhatikan masukan S dan R
b) Klok Clk =1, dan R=S=0
·         Kondisi masukan invalid terjadi bila R=S=Clk=1

f.     Implementasi R-S flip-flop yang dibangun dengan IC NAND 7400

Implementasi praktis rangkaian R-S flip-flop pada Gambar 6. dibangun dengan sebuah IC gerbang NAND 7400, 5 resistor pull up, 2 resistor pembatas, 2 buah indikator LED, 2 buah saklar, dan sebuah tombol Clk, beserta sumber tegangan 5 Volt DC. Tombol Clk dalam posisi normal tertutup, rangkaian dalam mode memori, dengan menekan tombol Clk berarti keluaran dikontrol oleh saklar masukan S dan R. Resistor 2.2K­ dan 1 K­ adalah resistor-resistor pull up yang bernilai logik 1 bila tidak dihubungkan dengan 0 (Ground).
Gambar f.1 Rangkaian R-S Flip-flop
Saklar S dan R dapat diset sesuai dengan nilai logik masukan S dan R yang dikehendaki, setelah tombol Clk ditekan respon rangkaian terlihat pada keluaran LED, dan setelah tombol Clk dilepas, masukan S dan R dapat diubah tanpa mempengaruhi keluaran sampai tombol Clk ditekan lagi.



g.    Preset dan Clear pada R-S Flip-flop

Dengan penambahan Preset (Pre) dan Clear (Clr), seprti pada Gambar 7. yang pada ujungnya diberi tanda (inverter), rangkaian dapat dikendalikan dengan masukan tak sinkron. Masukan Pre dan Clr, dapat digunakan untuk penghapusan atau pengesetan data keluaran, sesuai Tabel 5.
a.    Pengesetan langsung Q=1 dapat di lakukan dengan memberi masukan Pre=1 dan Clr=0, tanpa mempedulikan masukan R dan S
b.    Penghapusan langsung Q=0 di lakukan dengan memberi masukan Pre=0 dan Clr=1, tanpa memperdulikan masukan R dan S
c.    Rangkaian dalam keadaan modus operasi, bila masukan Pre=Clr=0
Gambar g.1 Rangkaian dan Tabel Kebenaran R-S Flip-flop Terdetak dengan Preset dan Clear

h.    D flip-flop terpicu-sisi (Edge-Triggered)

D flip-flop jenis ini secara normal dalam keadaan mode memori baik klok pada logik 0 maupun pada logik 1. Hanya ada satu interval waktu yang sangat pendek yang dapat mengubah keadaan keluaran, yaitu masa perubahan dari 0 ke 1, atau perubahan dari 1 ke 0. Flip flop jenis ini hanya merespon pada sisi naik atau sisi turun dari sebuah bentuk gelombang masukan, selain itu D flip flop selalu dalam keadaan mode memori.
Gambar h.1 Simbol dan Tabel Kebenaran D Flip-flop


i.      JK flip-flop

Untuk mengatasi keadaan keadaan terlarang pada rangkaian S-R flip-flop, karena pada keluaran terdapat penyimpangan dari definisi flip-flop pada saat masukan R=S=1, dapat dilakukan modifikasi pada masukan S dan R. Modifikasi dilakukan dengan cara masukan S dihubungkan dengan keluaran Q’ dan J lewat AND, dan masukan R dihubungkan dengan keluaran Q dan K lewat AND, sehingga diperoleh rangkaian flip-flop yang mempunyai masukan S=J.Q’ , dan masukan R=K.Q. Rangkaian dalam konfigurasi ini, dikenal sebagai JK flip-flop.
Gambar i.1 Rangkaian dan Tabel Kebenaran J-K Flip-flop yang Dibentuk dari R-S Flip-flop dan Gerbang AND
Pada rangakaian JK flip-flop, keluaran Q = Qt-1 bila klok Clk=0 dan masukan J dan K sembarang. Keadaan keluaran Q=Q t-1 ini juga terjadi bila masukan J=K=0 dan klok=1. Keadaan Q=Q t-1 , artinya keadaan keluaran Q tetap seperti keadaan sebelumnya, atau dengan kata lain disebut keadaan memori. Bila masukan J merupakan inversi dari K, maka setelah klok, keluaran Q selalu sama dengan masukan J. Dan bila masukan J=K=1, maka setelah klok, keluaran Q=Q’ t-1 yang artinya keluaran Q merupakan inversi dari keluaran keadaan sebelumnya. Keadaan yang perlu diwaspadai dalam hal J=K=1, adalah keadaan klok=1 yang terlalu lama.
Bila keadaan ini terjadi keluaran rangkaian menjadi tidak stabil, karena keluaran akan selalu berganti dari keadaan yang satu ke keadaan yang lain (race around condition). Agar keadaan tidak stabil ini tidak terjadi lamanya waktu klok=1 (periode pulsa = Tp) diusahakan harus lebih kecil dari lamanya waktu tunda (Td) rangkaian, dan Td harus lebih kecil dari perioda klok (T), atau dapat diformulasikan periode pulsa Tp < Td < T.
Gambar i.2 simbol J-K Flip-flop